preloader

Kisah Pendeta Yahudi yang Mencekik Rasulullah dan Akhirnya Masuk Islam

Pada suatu hari, Rasulullah SAW keluar bersama para sahabat, diantara salah satunya adalah Ali bin Abi Thalib. Tiba – tiba datanglah seorang Badui menemui Rasulullah denan mengendarai seekor kuda, lalu ia menghampiri dan berkata,

“Ya Rasulullah, di kampung itu ada sekumpulan manusia yang sudah memeluk agama Islam, dengan mengatakan bahwa jika memeluk Islam, mereka akan mendapatkan rahmat dan rezeki dari Allah. Tetapi sesudah mereka semua masuk Islam, maka terjadilah musim kemarau yang berkepanjangan sehingga mereka ditimpa kelaparan dan kehausan. Saya khawatir ya Rasulullah, jika mereka kembali kufur meninggalkan Islam, karena mereka memeluk Islam juga karena soal perut. Saya menginginkan Engkau mengirimkan bantuan kepada mereka untuk mengatasi bahaya kelaparan yang menimpa mereka itu.”

Mendengar keterangan itu, Rasulullah SAW lalu memandang Ali bin Abi Thalib. Mengerti maksud pandangan itu, kemudian Ali berkata, “Ya Rasulullah, tidak aa lagi bahan makanan pada kita untuk membantu mereka.”

Zaid bin San’ah, seorang pendeta Yahudi yang turut mendengarkan laporan orang Badui dan jawaban Ali bin Abi Thalib kemudian mendekat kepada Rasulullah dan berkata,

“Wahai Rasulullah, kalau engkau suka, akan saya berikan kurma yang baik, lalu kurma itu dapat engkau beli dari ku dengan hutang dan dengan perjanjian.”

Dengan terpaksa, Rasulullah SAW pun berhutang kepada Zaid bin San’ah. Lantas keduanya menyepakati tenggat waktu pembayaran. Kemudian pendeta Yahudi itu membeli buah kurma dengan kualitas terbaik lalu menyerahkannya kepada Rasulullah SAW. Rasulullah kemudian memberikan kurma itu kepada orang Badui untuk dibagikan kepada penduduk kampung yang ditimpa bencana itu.

Hari demi hari berlalu, Rasulullah yang kala itu tengah memimpin majelis ilmu di masjid, tiba – tiba datanglah Zaid bin San’ah untuk menagih hutangnya. Yahudi itu manarik kain sorban Rasulullah yang melingkar di lehernya, sehingga beliau seketika tercekik.

Yahudi itu berkata, “Ya Muhammad, lunaskanlah hutangmu padaku.”

Melihat apa ayng terjadi pada Rasulullah SAW, seketika seluruh sahabat berdiri. Umar bin Khattab yang berada didekat Rasulullah pun marah, ia menoleh ke arah Zaid sambil mendelikan matanya dan berkata,

“Hai musuh Allah, apakah engkau berni berkata dan berbuat tidak senonoh terhadap Rasulullah SAW dihadapanku! Wahai Rasulullah izinkalah aku untuk memenggal kepala orang ini!”

Masih dalam keadaan tercekik, Rasulullah SAW memberikan isyarat kepada Umar dan yang lainnya untuk tenang.

“Bukankah belum tiba saatnya?” tanya Rasulullah kepada Yahudi itu.

“Saya tidak peduli. Bayar utangmu sekarang juga.” Seru Zaid bin San’ah sembari melepaskan sorban Rasulullah.

Maka Rasulullah berpaling kepada Umar dan berkata, “Wahai Umar, saya dan dia lebih memutuhkan nasihatmu. Yaitu engkau anjurkan kepadaku untuk menunaikan hutangnya dengan baik, dan engkau perintahkan dia untuk menuntut hutangnya dengan cara yang baik pula. Wahai Umar bawalah dia dan tunaikanlah haknya. Ambilkanlah dari Baitul Maal sebanyak 20 Sha’ kurma untuk membayar utangku, serta tambahkanlah 20 Sha;’ kurma lagi.”

Umar pun keluar masjid dan berjalan menuju Baitul Maal dan diikuti Zaid bin San’ah. Sesampainya di Baitul Maal, Umar lantas menyiapkan 2 karung yang masing – masing diisikan 20 Sha’ kurma.

Melihat Umar m,enambahkan 20 Sha’ kurma, Zaid pun bertanya, “Ya Umar, tambahan apakah ini?”

Umar menjawab, “Rasulullah memerintahkan ku untuk menambahkannya sebagai ganti kemarahanku!”

Si Yahudi itu berkata, “Ya Umar, apakah engkau mengenaliku?”

“Tidak, lalu siapakah anda?”

“Aku adalah Zaid bin San’ah” jawabnya

Mendengarnya Umar seketika terkejut. Kemudian berdiri menghadapnya. “Apakah benar kau Zaid bin San’ah!? Zaid sang pendeta Yahudi ahli Taurat?” tanya Umar setengah tak percaya.

“Benar, akulah Zaid bin San’ah” jawabnya.

Umar lantas berkata. “Bukankah kau tahu bahwa Muhammad adalah utusan Allah? Lantas apa yang mendorongmu berbicara dan bertindak seperti itu terhadap Rasulullah?”

Zaid menjawab, “benar, aku mengetahuinya. Ya Umar, tidak ada satu pun tanda – tanda kenabian kecuali aku pasti mengnalinya melalui wajah beliau setiap kali aku memadangnya. Tinggal dua tanda Beliau yang belum aku buktikan. Yaitu, apakah Beliau tetap bersabar walaupun mendapatkan perlakuan buruk, dan apakah pelakuan buruk yang ditunjukan kepadanya justru semakin menambahkan kemurahan hatinya? Dan sekarang aku telah membuktikannya. Aku bersaksi kepadamu wahai Umar, bahwa aku rela Allah SWT sebagai Rabb – ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Nabiku.”

Zaid kemudian kembali menemui Rasulullah SAW dan menyetakan kalimat Syahadat. “Asyhadu al Laa ilaha illallahu, wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah.” Ia beriman dan membenarkan Rasulullah SAW.

Related Post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *